Raflis

Menuju Masa Depan Yang Lebih Baik

  • Pages

  • Archives

  • Meta

PT Sumatra Riang Lestari Blok V Pulau Rangsang

Posted by raflis on October 14, 2010

Analisis Pelanggaran Perizinan PT Sumatra Riang Lestari Blok V Pulau Rangsang Terhadap Rencana Tata Ruang OlehRaflis Peta kawasan dapat dilihat disini

  1. Pelanggaran terhadap Kriteria Kawasan Bergambut

Aturan yang menjelaskan tentang pengelolaan kawasan bergambut diantaranya Kepres 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan kawasan lindung dan PP 26 tahun 2008 tentang Rencana tata ruang Wilayah Nasional (Pengganti PP 47 tahun 1997). Kriteria kawasan lindung gambut ditetapkan pada kedalaman 3 meter atau lebih

Tabel 1 Kedalaman Gambut

No

Kedalaman Gambut

Luas (ha)

%

Peruntukan Pola Ruang

1

2 Sampai 4 Meter

18.370

97.25%

Dilakukan pengukuran detail

2

1 Sampai 2 Meter

318

1.68%

Boleh dibudidayakan

3

Tanah Mineral

152

0.80%

Budidaya

4

Perairan

50

0.26%

Budidaya

Jumlah

18890

100.00%

Sumber: Analisis Kabut Riau 2009

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kawasan yang boleh dibudidayakan adalah seluas 520 ha atau 2,75 % sedangkan 18 370 ha lainnya atau 97,25 ha harus dilakukan riset tentang kedalaman gambut lebih detail terlebih dahulu untuk membedakan gambut dengan kedalaman 2-3 meter dan 3-4 meter. Kemudian baru bisa ditetapkan kawasan yang boleh dibudidayakan atau dijadikan kawasan lindung.

Beberapa Alasan Kawasan gambut dalam harus dilindungi diantaranya:

  • Subsidence rata rata gambut di indonesia 2-4 cm per tahun
  • Berat jenis yang rendah sehingga mudah ter erosi dan mengapung dibawa air
  • Memiliki kapasitas penahan air yang tinggi (menahan air di musim hujan dan melepaskan air di musim kemarau)
  • Kering tak balik membuat lapisan gambut mudah terbakar (pada kawasan gambut yang dikanalisasi)

2. Pelanggaran Terhadap TGHK
Tabel 2 Tata Guna Hutan Kesepakatan

No

TGHK

Luas (ha)

%

Pola Pengelolaan

1

Hutan Produksi Terbatas (HPT)

8430

44.63%

Sistim Tebang Pilih

2

Hutan Produksi Yang Dapat Di Konvesi (HPK)

10460

55.37%

Bisa dikonversi menjadi Perkebunan

3

Hutan Produksi

0

0

Diperbolehkan Pola Tebang habis permudaan Buatan (TPHB)

Jumlah

18890

100.00%

Sumber: Analisis Kabut Riau 2009

Berdasarkan Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (Kepmen 137 tahun 1986) pada kawasan ini tidak diperbolehkan dibangun Hutan Tanaman Industri (HTI).Secara spesifik Pola HTI hanya boleh dibangun pada Kawasan Hutan Produksi. Sedangkan pada Kawasan Hutan Produksi Terbatas pengelolaan yang dilakukan adalah dengan metoda Selectif Cutting (Tebang Pilih), contoh pengelolaan sistim ini adalah pola HPH. Sedangkan Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) diperuntukkan untuk pengelolaan non kehutanan seperti Perkebunan dan pertanian.

Dalam hal ini jelas terlihat bahwa Mentri kehutanan telah melanggar Kepmen 137 tahun 1986 tentang TGHK. Untuk itu ada peluang pembatalan izin melalui PTUN??? dan dapat diduga proses perizinan yang dikeluarkan pada kawasan ini dapat diduga memiliki unsur korupsi (pihak yang patut diduga terlibat dinas kehutanan kabupaten, dinas kehutanan provinsi dan badan planologi kehutanan). Serta perlu diselidiki mekanisme pengeluaran izin dan mekanisme pembuatan amdal di kawasan ini (komisi amdal daerah).

3. Pelanggaran Terhadap Perda No 10 Tahun 1994
Tabel 3. Perda No 10 Tahun 1994

No

RTRWP

Luas (ha)

%

1

APK Kehutanan

8711

46.11%

2

APK Perkebunan

705

3.73%

3

Kawasan Lindung

9474

50.15%

Jumlah

18890

100.00%

Sumber: Analisis Kabut Riau 2009

 

Dari Perda No 10 tahun 1994 yang diperbolehkan untuk HTI hanya pada APK kehutanan seluas 8.711 ha atau 46,11 % dari total luas kawasan. Sedangkan 9.474 ha atau 50,15% diantaranya dieruntukkan sebagai kawasan lindung dan 705 ha atau 3,73% kawasan perkebunan.

 

Untuk itu BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah) seharusnya meminta BKPRN (Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional) agar melakukan evaluasi terhadap Izin yang dikeluarkan oleh mentri kehutanan agar menghormati Rencana tata Ruang Provinsi serta memerintahkan mentri kehutanan mengeluarkan kawasan lindung dan kawasan perkebunan dari Izin HTI yang sudah diberikan.

 

4. Pelanggaran Terhadap Pola Ruang Wilayah Nasional
Lampiran VII PP 26 tahun 2008 tentang Pola Ruang Wilayah Nasional Telah menetapkan Lebih dari 98% dari kawasan ini sebagai kawasan lindung Sebagaimana terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pola Ruang Wilayah Nasional

No

RTRWN

Luas (ha)

%

1

Kawasan Budidaya

330

1.75%

2

Kawasan Lindung

18560

98.25%

Jumlah

18890

100.00%

Sumber: Analisis Kabut Riau 2009

 

Sedangkan UU 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang pada pasal 37, 66, 73 dan 77 menegaskan bahwa” Perizinan harus ditertibkan akibat dari perubahan rencana tata ruang, masyarakat punya hak untuk melakukan gugatan melalui pengadilan, Pejabat yang memberikan izin yang tidak sesuai rencana tata ruang dapat dikenai sanksi pidana)

 

Kesimpulan:

  1. SK Mentri… yang dikeluarkan melanggar kriteria2 kawasan bergambut dalam PP 26 tahun 2008 dan Kepres no 32 tahun 1990.
  2. SK Mentri melanggar TGHK, menunjukkan inkonsistensi departemen kehutanan dalam mengelola hutan.
  3. SK Mentri Melanggar Perda No 10 Tahun 1994 tentang rencana tata ruang wilayah provinsi Riau, berdasarkan UU no 26 tahun 2007 Gubernur dapat mengajukan keberatan dan pembatalan izin ke BKPRN
  4. SK Mentri Melanggar Perda No… Tahun …tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bengkalis, Berdasarkan UU no 26 tahun 2007 Bupati dapat mengajukan keberatan dan pembatalan izin ke BKPRD provinsi dan BKPRN.
  5. Masyarakat yang terkena dampak dari perizinan dapat mengajukan Gugatan ke pengadilan sebagai bentuk dari penertiban pola ruang.
  6. SK mentri dapat dibatalkan demi hukum karena sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung nasional dalam PP 26 tahun 2008.
  7. Mentri Kehutanan dapat dikenakan sanksi pidana akibat dari mengeluarkan RKT pada kawasan lindung nasional.

 

Point Penting UU No 26 Tahun 2007
Pasal 37
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.
(4) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 66
(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.
(2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Pasal 73
(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
Pasal 77
(1) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
(2) Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
(3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.

 

Leave a comment